Opini Oleh:
Muhammad Sirul Haq SH, C.NSP, C.CL
Direktur LKBH Makassar
Advokat dan Konsultan Hukum 085340100081
Janji Pembangunan yang Menjadi Luka. PSN (Proyek Strategis Nasional) pernah dilahirkan dengan wajah penuh harapan. Ia dijual sebagai janji emas pembangunan: jalan tol, bendungan, bandara, dan ibu kota baru. Jokowi tampil sebagai arsitek pembangunan, digambarkan seolah penyelamat bangsa. Namun, di balik tepuk tangan itu, luka-luka terbuka di tubuh negeri ini. Mungkinkah Jokowi Dilaporkan, ditangkap dan dipenjarakan atas kejahatan PSN.
Di Rempang, tanah adat Melayu direnggut dengan dalih investasi. Di Wadas, batu andesit menjadi alasan untuk mengusir warga. Di Kalimantan, Ibu Kota Negara berdiri di atas reruntuhan hutan tropis. Semua demi “kemajuan” yang sesungguhnya hanyalah kemewahan oligarki.
Apa arti pembangunan jika tanah rakyat dirampas, hutan dihancurkan, dan jerit rakyat ditutup dengan palu kekuasaan?
Lengsernya Imunitas
Sejak 20 Oktober 2024, Jokowi bukan lagi Presiden Republik Indonesia. Kekuasaan berpindah, dan bersamanya lenyaplah tameng imunitas konstitusional. Ia kini hanyalah warga negara biasa.
Dan seorang warga negara biasa, bila menandatangani kebijakan yang merampas hak, bila mengubah hukum demi oligarki, bisa dimintai pertanggungjawaban.
Pertanyaan itu pun kini membara di dada rakyat:
Bisakah Jokowi ditangkap, diadili, bahkan dipenjarakan atas kejahatan PSN?
Hukum Nasional: Jerat yang Tak Bisa Dielakkan
UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 116–117 menyatakan pejabat atau penanggung jawab kebijakan dapat dipidana bila tindakannya menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
→ Jokowi, sebagai inisiator PSN, tak bisa sembunyi di balik tanda tangan.
Pasal 1365 KUHPerdata
Barang siapa melakukan perbuatan melawan hukum dan menimbulkan kerugian, wajib mengganti kerugian.
→ Rakyat Rempang, Wadas, dan Kalimantan bisa menuntut lewat class action atau citizen lawsuit.
UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM
Pengusiran paksa dan kekerasan aparat bisa dikategorikan kejahatan terhadap kemanusiaan. Ancaman pidananya: penjara seumur hidup.
Yurisprudensi Nasional: Jalan Sudah Ada
MA No. 1792 K/Pdt/2004 (Lapindo) → pejabat dan korporasi digugat ganti rugi lingkungan.
PTUN Jakarta No. 75/G/LH/2017 (Reklamasi Teluk Jakarta) → izin batal karena mengabaikan AMDAL.
MA No. 31 K/HUM/2012 (WALHI vs Aceh) → izin tambang dibatalkan demi melindungi hutan.
Jika korporasi dan kepala daerah bisa digugat dan dipidana, mengapa seorang mantan presiden tidak?
Hukum Internasional: Jerat yang Menunggu
ICCPR & ICESCR (ratifikasi UU 12/2005 dan UU 11/2005) menjamin hak atas lingkungan sehat, tempat tinggal layak, dan hak hidup bermartabat.
Statuta Roma 1998, Pasal 7 → pengusiran paksa sistematis adalah crime against humanity.
Preseden dunia: Milošević (Yugoslavia), Fujimori (Peru), Omar al-Bashir (Sudan) → semua mantan pemimpin yang akhirnya ditangkap dan diadili.
Indonesia memang belum meratifikasi Statuta Roma, tetapi Dewan Keamanan PBB bisa merujuk kasus ini ke ICC, atau dunia bisa membentuk tribunal ad hoc seperti di Rwanda dan Yugoslavia.
Tiga Luka PSN yang Mencoreng Konstitusi
Rempang → melanggar Pasal 18B UUD 1945 (hak masyarakat adat).
Wadas → menabrak Pasal 28I UUD 1945 (hak asasi yang tidak bisa dikurangi).
IKN → bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 (pengelolaan sumber daya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat).
Luka-luka ini bukan sekadar “efek pembangunan”. Ia adalah perampasan yang dilegalisasi.
Jalur Dasar Hukum Potensi Sanksi Aktor yang Bisa Memproses Jokowi?
Pidana Lingkungan UU 32/2009 Pasal 116–117, Penjara, denda miliaran KLHK, Kepolisian, Kejaksaan. Perdata (PMH) Pasal 1365 KUHPerdata Ganti rugi, pemulihan lingkungan Pengadilan Negeri
HAM Nasional UU 26/2000 Pengadilan HAM Penjara seumur hidup, bisa juga Kejaksaan Agung, Pengadilan HAM ad hoc
HAM Internasional ICCPR & ICESCR Tekanan diplomatik, sanksi Dewan HAM PBB
ICC Statuta Roma Pasal 7 Penjara internasional ICC via DK PBB
Tribunal Ad Hoc Preseden Rwanda & Yugoslavia Penjara internasional DK PBB, komunitas internasional.
Vonis Moral Rakyat
Jika hukum nasional bungkam, dan hukum internasional lamban, masih ada satu pengadilan yang tak bisa dihindari: pengadilan sejarah.
Sebab sejarah tak pernah tidur. Ia mencatat siapa yang menutup telinga atas jerit rakyat, siapa yang menukar tanah adat dengan beton, siapa yang menulis undang-undang untuk oligarki.
Dan jika rakyat akhirnya bersuara:
Tangkap, adili, penjarakan Jokowi!
maka itu bukan sekadar slogan,
tetapi vonis moral yang akan hidup lebih lama daripada jabatan presiden itu sendiri.